Secara umum bahasa diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki manusia untuk dipergunakan bertutur dengan manusia lainnya dengan tanda, baik berupa kata maupun gerakan. Ribuan bahasa di dunia namun ada satu bahasa yang mempunyai ciri khas tersendiri yaitu bahasa bugis.
Bahasa Bugis merupakan salah satu dari rumpun bahasa Austronesia yang digunakan oleh etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar di Kabupaten Bone, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Wajo, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kota Parepare, Kabupaten Pinrang, sebagian Kabupaten Maros, Sebagian Kabupaten Luwu, sebagian Kabupaten Enrekang, sebagian kabupaten Majene, sebagian Kabupaten Bulukumba, dan sebagian Kabupaten Bantaeng.
Bahasa Bugis terdiri dari beberapa dialek. Seperti dialek Sidrap yang mirip dengan dialek Pinrang. Dialek Bone berbeda antara Bone utara dan Selatan. Dialek Soppeng. Dialek Wajo (juga berbeda antara Wajo bagian utara dan selatan, serta timur dan barat). Dialek Barru, Dialek Sinjai dan sebagainya. Bahkan di Bone bagian utara terdapat dialek Ujung dan Welado.
Ada beberapa kosa kata yang berbeda selain dialek. Misalnya, dialek Pinrang dan Sidrap menyebut kata Loka untuk pisang. Sementara dialek Bugis yang lain menyebut Otti atau Utti,adapun dialek yang agak berbeda yakni Kabupaten Sinjai setiap bahasa Bugis yang mengunakan Huruf “W” di ganti dengan Huruf “H” contoh; Diawa diganti menjadi Diaha, Uwae diganti menjadi Uhae, Magiwae menjadi Magihae, dll. Bahkan beberapa kecamatan di Bone Selatan menggunakan dialek tersebut seperti di Kecamatan Kajuara, Patimpeng, dan Kahu.
Karya sastra terbesar dunia yaitu I Lagaligo menggunakan Bahasa Bugis tinggi yang disebut bahasa Torilangi. Bahasa Torilangi ini umumnya digunakan para Bissu sebagai bahasa komunikasi. Bahasa Bugis umum menyebut kata Menre’ atau Manai untuk kata yang berarti “ke atas/naik”. Sedang bahasa Torilangi menggunakan kata “Manerru”. Untuk kalangan istana, Bahasa Bugis juga mempunyai aturan khusus. Jika orang biasa yang meninggal digunakan kata “Lele ri Pammasena” atau “mate”. Sedangkan jika Raja atau kerabatnya yang meninggal digunakan kata “Mallinrung”.
Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Jika dibaca dalam bahasa Indonesia menjadi ka-ga-nga-ngka-pa-ba-ma-mpa-ta-da-na-nra-ca-ja-nya-nca-ya-ra-la-wa-sa-a-ha.
Sumber :www.telukbone.or.id
Sumber :www.telukbone.or.id